Tort adalah kesalahan yang dibuat kepeda seseorang atau hak
miliknya.
A. Tort
intesional
Merupakan tindakan terencana yang
melanggar hak orang lain, seperti kekerasan, ancaman dan kesalah pahanan.
Ø Ancaman adalah intesional yang mengandung maksud melakukan kontak
menyerang dan membahayakan.
Contoh : - perawat
mengancam akan tetap melakukan tindakan x-ray walaupun pasien tidak menyetujui
hal itu.
Ø Kekerasan adalah segala sentuhan yang disengaja dilakukan tanpa
ijin.
Contoh: - perawat mengancam untuk melakukan injeksi tanpa
persetujuan klien, jika perawat tetap memberikan injeksi maka itu disebut
kekerasan.
Ø Kesalah Pahanan adalah terjadi jika seorang ditahan tanpa adanya
surat resmi.
Contoh : - hal ini terjadi ketika perawat menahan klien dalam area
terbatas yang mengganggu kebebasan klien tersebut.
B. Tort
Kuasi-Intensional
Merupakan tindakan yang direncanakan, tidak akan menimbulkan hal yang tidak
diinginkan jika tindakan tersebut dilakukan, seperti pelanggaran privasi dan
pencemaran nama baik.
Ø Pelanggaran privasi adalah melindungi hak klien untuk bebas dari
gangguan terhadap masalah pribadinya.
Ada 4 tipe pelanggaran pribadi :
ü Gangguan terhadap privasi
ü Peniruan nama
ü Penderitaan tentang fakta pribadi/fakta yang memalukan
ü Piblikasi palsu tentang seseorang
Contoh: pemberian informasi
medis klien kepada pihak tidak berwenang seperti wartawan atau atasan klien.
Ø Pencemaran Nama Baik adalah publikasi pernyataan palsu yang
merusak reputasi seseorang. Niat buruk berarti pihak yang mengeluarkan
pernyataan tersebut mengetahui bahwa pernyataan tersebut adalah palsu dan tetap
melakukaknnya.
ü Slander terjadi saat seseorang memberikan pernyataan palsu secara
lisan.
Contoh:
Seorang perawat
memberitahukan kepada orang lain bahwa seorang klien menderita penyakit menular
seksual dan hal itu mempengaruhi karir bisnis klien.
ü Libel adalah pencemaran nama baik secara tertulis.
Contoh: penulisan data palsu.
C. Tort
Nonintensional
· Malpraktik
Malpraktik adalah praktek
kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar
prosedur oprasional.Untuk malpraktek kedokteran juga dapat dikenai hukum
kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang dokter yang menangani
sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Perbuatan ini termasuk
ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat-obatan,
pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan
seksual pada pasien.
Adapun pengertian dari
malprakrek lainnya adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam
mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah
terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang
tugas/pekejaannya. Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah
suatu batasan yang dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat
dalammelakukankewajibannya.
Tindakan yang termasuk dalam malpraktek :
1. Kesalahan
diagnosa
2. Penyuapan
3. Penyalahan alat
4. Pemberian dosis
obat yang salah
5. Alat-alat yang
tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril.
Dampak yang terjadi akibat malpraktek :
a) Merugikan pasien
terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang permanen.
b) Bagi petugas
kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena merasa bersalah.
c) Dari segi hukum
dapat dijerat hukum pidana.
d) Dari segi sosial
dapat dikucilkan oleh masyarakat .
e) Dari segi agama
mendapat dosa.
f) Dari etika
keperawatan melanggar eitka keperawatan bukan tindakan professional.
·
Persetujuan
Formulir
persetujuan (consent) yang telah ditandatangani dibutuhkan untuk semua
pengobatan rutin, prosedur yang berbahaya seperti operasi, beberapa program
pengobatan seperti kemoterapi dan penelitian yang melibatkan klien (TJC,2006).
Klien
menandatangani formulir persetujuan umum saat masuk rawat inap di rumah sakit
atau fasilitas pelayanan kesehatan lain. Klien atau yang mewakilinya harus
menandatangani formulir persetujuan khusus atau pengobatan sebelum pelaksanaan
prosedur tertentu secara terpisah.
Undang-undang
Negara bagian menetukan persyaratan individu yang secara hukum dapat memberikan
persetujuan untuk pengobatan medis (Medical Patient Rights Act, 1994). Perawat
harus mengenal dan memahami hukum Negara serta kebijakan dan prosedur
persetujuan di institusi tempat ia bekerja.
Jika
klien menderita tuna rungu, buta huruf, atau berbicara dalam bahasa asing, maka
harus disediakan tenaga penerjemah untuk menjelaskan istilah yang tertulis
dalam formulir persetujuan. Anggota keluarga atau kerabat yang dapat berbicara
dalam bahasa klien sebaiknya jangan menjadi penerjemah informasi kesehatan.
Bantulah klien dalam membuat pilihan.
·
Informed Consent
Informed
consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan,
seperti operasi atau prosedur dianostik invasive, berdasarkan pemberitahuan
lengkap tentang risiko, manfaat, alternative, dan akibat penolakan
(Black,2004). Informed consent adalah kewajiban hukum bagi penyelenggara
pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti
oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan (Dalinis,2005). Penjelasan juga
menggambarkan alternative pengobatan dan risiko terkait dalam semua pilihan
pengobatan. Kegagalan memperoleh persetujuan selain pada keadaan darurat dapat
mengakibatkan timbulnya tuntutan kekerasan. Tanpa persetujuan tertulis, seorang
klien dapat mengajukan tuntutan terhadap penyedia pelayanan kesehatan atas
kelalaian.
Infored
consent merupakan bagian dari hubungan antara penyedia pelayanan kesehatan dan
klien. Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam
pengaruh obat seperti narkotik. Karena perawat tidak melakukan operasi atau
prosedur medis langsung, maka pengambilan persetujuan bukan merupakan tugas
perawat. Orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tersebut juga
bertanggung jawab atas pengambilan informed consent.
·
Masalah Aborsi
Pada
kasus Roe v Wade di tahun 1973, Mahkamah Agung AS memutuskan adanya hak dasar
bagi privasi, termasuk keputusan wanita untuk melakukan aborsi. Pengadilan
menyatakan bahwa selama trimester pertama seorang wanita dapat melakukan
terminasi kehamilan tanpa persetujuan Negara bagian karena risiko mortalitas
alami dari aborsi pada masa ini lebih kecil dibandingkan kelahiran normal.
Selama trimester kedua, pengadilan berhak melindungi kesehatan sang ibu sehingga
Negara bagian mengatur pelaksanaan aborsi dan fasilitasnya. Pada trimester
ketiga, janin telah mampu bertahan hidup sehingga bagian Negara berhak
melindungi janin. Oleh karena itu, pada trimester ketiga terdapat larangan
aborsi, kecuali terdapat kebutuhan untuk menyelamatkan nyawa sang ibu.
Pada
kasus Webster v Reproductive Health Service di tahun 1989, pengadilan
mempersempit cakupan kasus Roe v Wade. Beberapa Negara bagian mewajibkan
pemeriksaan viabilitas atau kemungkinan bayi bertahan hidup sebelum pelaksanaan
aborsi jika fetus telah berusia 28 minggu. Beberapa Negara bagian juga
mewajibkan pengambilan persetujuan orang tua anak dibawah umur, atau keputusan
pengadilan bahwa anak tersebut telah matang dan dapat memberikan persetujuan
sendiri.
·
Siswa Keperawatan
Siswa
keperawata memiliki tanggung jawab hukum jika tindakannya membahayakan klien.
Jika bahaya timbul sebagai akibat tindakannya ata ketiadaan tindakannya, maka
siswa, instruktur, fasilitas kesehatan, dan institusi pendidikan juga
bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut. Siswa keperawatan tidak
diperbolehkan untuk menerima tugas yang tidak dipersiapkan sebelumnya.
Instruktur harus mengawasi mereka selama pembelajaran keterampilan baru.
Meskipun siswa keperawatan bukan pekerja rumah sakit, tetapi institusi tetap
bertanggung jawab untuk mengawasi tindakan siswa keperawatan. Siswa keperawatan
diharapkan melakukan tindakan secara aman seperti halnya seorang perawat
professional. Staf fakultas bertanggung jawab untuk memberikan instruksi dan mengawasi
siswa, tetapi pada beberapa situasi tanggung jawab ini juga diemban perawat
staf yang bertugas sebagai pengajar. Setiap sekolah keperawatan harus
memberikan definisi yang jelas mengenai tanggung jawab fakultas dan pengajar.
Saat
siswa bekerja sebagai asisten perawat, mereka tidak boleh melaksanakan tugas
yang tidak terdapat dalam deskripsi tugas bagi asisten perawat. Sebagai contoh,
meskipun telah belajar tentang pemberian obat instramuskular, tetapi siswa
tidak boleh melakukannya. Jika perawat pengawas memberikan tugas tanpa
memastikan kemampuan siswa tersebut, maka secara hukum ia juga akan bertanggung
jawab. Jika seseorang meminta siswa yang bertugas sebagai asisten perawat untuk
melaksanakan prosedur yang belum dapat mereka lakukan secara aman, maka ia
harus menyampaikan informasi tersebut kepada pengawas agar mereka memperoleh
bantuan.
• .Asuransi Malpraktik
Malpraktik
atau asuransi tanggung jawab profesi merupakan kontrak antara perawat dan
perusahaan asuransi. Asuransu malpraktik memberikan perlindungan pada perawat
saat terlibat tuntutan atas kelalaian professional atau malpraktik medis.
Sebagai bagian dari kontrak, perusahaan asuransi membayar biaya persidangan dan
pengacara yang mewakili perawat. Perawat yang dipekerjakan oleh institusi kesehatan
biasanya ditanggung oleh pihak asuransi institusi tersebut. Perawat tidak perlu
memperoleh asuransi tambahan, kecuali ia berencana melakukan praktik di luar
institusi. Namun asuransu intitusi tersebut hanya menanggung perawat yang
bekerja sesuai cakupan pekerjaannya.
·
Masalah Penelantaran dan Penugasan
Kekurangan
staf. Selama terjadinya pengurangan staf atau tenaga kerja, maka akan timbul
masalah kekurangan staf (TJC,2006). Community Health Accreditation Program
(CHAP) dan standar federal lainnya mewajibkan institusi untuk memiliki pedoman
penentuan jumlah (rasio) perawat yang dibutuhkan untuk melayani sejumlah klien
tertentu. Masalah hukum akan terjadi bila terdapat kekurangan jumlah perawat
untuk memberikan pelayanan atau perawat harus bekerja lembur.
Dalam
usaha mengatasi hal ini, California menyusun undang-undang California Assembly
Bill 394 (AB394) yang mewajibkan penetapan rasio perbandingan perawat dank lien
dalam semua bidang keperawatan akut. California merupakan Negara bagian pertama
dan satu-satunya yang mengadopsi peraturan ini. Standar ini diberlakukan sejak
1 Januari 2004. Sekitar 15 negara bagian lainnya sedang membahas peraturan
sejenis. Rasio staf yang aman terus menjadi masalah dan perhatian bagi semua
perawat (Benko,2004).
Jika
perawat diberikan tugas lebih banyak dari seharusnya, maka mereka harus
memberitahukan hal ini kepada perawat pengawas (Blair,2003).
0 komentar:
Posting Komentar