Selasa, 11 Desember 2012

PRINSIP-PRINSIP LEGAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN


Tort adalah kesalahan yang dibuat kepeda seseorang atau hak miliknya.
A.    Tort intesional
Merupakan tindakan terencana yang melanggar hak orang lain, seperti kekerasan, ancaman dan kesalah pahanan.
Ø Ancaman adalah intesional yang mengandung maksud melakukan kontak menyerang dan membahayakan.
Contoh :  - perawat mengancam akan tetap melakukan tindakan x-ray walaupun pasien tidak menyetujui hal itu.
Ø  Kekerasan adalah segala sentuhan yang disengaja dilakukan tanpa ijin.
Contoh: - perawat mengancam untuk melakukan injeksi tanpa persetujuan klien, jika perawat tetap memberikan injeksi maka itu disebut kekerasan.
Ø  Kesalah Pahanan adalah terjadi jika seorang ditahan tanpa adanya surat resmi.
Contoh : - hal ini terjadi ketika perawat menahan klien dalam area terbatas yang mengganggu kebebasan klien tersebut.
       

B.     Tort Kuasi-Intensional
Merupakan tindakan yang direncanakan, tidak akan menimbulkan hal yang tidak diinginkan jika tindakan tersebut dilakukan, seperti pelanggaran privasi dan pencemaran nama baik.
Ø  Pelanggaran privasi adalah melindungi hak klien untuk bebas dari gangguan terhadap masalah pribadinya.
Ada 4 tipe pelanggaran pribadi :
ü  Gangguan terhadap privasi
ü  Peniruan nama
ü  Penderitaan tentang fakta pribadi/fakta yang memalukan
ü  Piblikasi palsu tentang seseorang
Contoh:  pemberian informasi medis klien kepada pihak tidak berwenang seperti wartawan atau atasan klien.
Ø  Pencemaran Nama Baik adalah publikasi pernyataan palsu yang merusak reputasi seseorang. Niat buruk berarti pihak yang mengeluarkan pernyataan tersebut mengetahui bahwa pernyataan tersebut adalah palsu dan tetap melakukaknnya.
ü  Slander terjadi saat seseorang memberikan pernyataan palsu secara lisan.
Contoh:
Seorang perawat memberitahukan kepada orang lain bahwa seorang klien menderita penyakit menular seksual dan hal itu mempengaruhi karir bisnis klien.
ü  Libel adalah pencemaran nama baik secara tertulis.
Contoh: penulisan data palsu.
      
C.    Tort Nonintensional
·      Malpraktik
Malpraktik adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur oprasional.Untuk malpraktek kedokteran juga dapat dikenai hukum kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang dokter yang menangani sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat-obatan, pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada pasien.
Adapun pengertian dari malprakrek lainnya adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya. Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan yang dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalammelakukankewajibannya.

Tindakan yang termasuk dalam malpraktek :
1.    Kesalahan diagnosa
2.    Penyuapan
3.    Penyalahan alat
4.    Pemberian dosis obat yang salah
5.    Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril.
Dampak yang terjadi akibat malpraktek :
a)    Merugikan pasien terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang permanen.
b)    Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena merasa bersalah.
c)    Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana.
d)    Dari segi sosial dapat dikucilkan oleh masyarakat .
e)    Dari segi agama mendapat dosa.
f)    Dari etika keperawatan melanggar eitka keperawatan bukan tindakan professional.




·                                   Persetujuan
Formulir persetujuan (consent) yang telah ditandatangani dibutuhkan untuk semua pengobatan rutin, prosedur yang berbahaya seperti operasi, beberapa program pengobatan seperti kemoterapi dan penelitian yang melibatkan klien (TJC,2006).
Klien menandatangani formulir persetujuan umum saat masuk rawat inap di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain. Klien atau yang mewakilinya harus menandatangani formulir persetujuan khusus atau pengobatan sebelum pelaksanaan prosedur tertentu secara terpisah.
Undang-undang Negara bagian menetukan persyaratan individu yang secara hukum dapat memberikan persetujuan untuk pengobatan medis (Medical Patient Rights Act, 1994). Perawat harus mengenal dan memahami hukum Negara serta kebijakan dan prosedur persetujuan di institusi tempat ia bekerja.
Jika klien menderita tuna rungu, buta huruf, atau berbicara dalam bahasa asing, maka harus disediakan tenaga penerjemah untuk menjelaskan istilah yang tertulis dalam formulir persetujuan. Anggota keluarga atau kerabat yang dapat berbicara dalam bahasa klien sebaiknya jangan menjadi penerjemah informasi kesehatan. Bantulah klien dalam membuat pilihan.

·         Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur dianostik invasive, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternative, dan akibat penolakan (Black,2004). Informed consent adalah kewajiban hukum bagi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan (Dalinis,2005). Penjelasan juga menggambarkan alternative pengobatan dan risiko terkait dalam semua pilihan pengobatan. Kegagalan memperoleh persetujuan selain pada keadaan darurat dapat mengakibatkan timbulnya tuntutan kekerasan. Tanpa persetujuan tertulis, seorang klien dapat mengajukan tuntutan terhadap penyedia pelayanan kesehatan atas kelalaian.
Infored consent merupakan bagian dari hubungan antara penyedia pelayanan kesehatan dan klien. Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam pengaruh obat seperti narkotik. Karena perawat tidak melakukan operasi atau prosedur medis langsung, maka pengambilan persetujuan bukan merupakan tugas perawat. Orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tersebut juga bertanggung jawab atas pengambilan informed consent.
·         Masalah Aborsi
Pada kasus Roe v Wade di tahun 1973, Mahkamah Agung AS memutuskan adanya hak dasar bagi privasi, termasuk keputusan wanita untuk melakukan aborsi. Pengadilan menyatakan bahwa selama trimester pertama seorang wanita dapat melakukan terminasi kehamilan tanpa persetujuan Negara bagian karena risiko mortalitas alami dari aborsi pada masa ini lebih kecil dibandingkan kelahiran normal. Selama trimester kedua, pengadilan berhak melindungi kesehatan sang ibu sehingga Negara bagian mengatur pelaksanaan aborsi dan fasilitasnya. Pada trimester ketiga, janin telah mampu bertahan hidup sehingga bagian Negara berhak melindungi janin. Oleh karena itu, pada trimester ketiga terdapat larangan aborsi, kecuali terdapat kebutuhan untuk menyelamatkan nyawa sang ibu.
Pada kasus Webster v Reproductive Health Service di tahun 1989, pengadilan mempersempit cakupan kasus Roe v Wade. Beberapa Negara bagian mewajibkan pemeriksaan viabilitas atau kemungkinan bayi bertahan hidup sebelum pelaksanaan aborsi jika fetus telah berusia 28 minggu. Beberapa Negara bagian juga mewajibkan pengambilan persetujuan orang tua anak dibawah umur, atau keputusan pengadilan bahwa anak tersebut telah matang dan dapat memberikan persetujuan sendiri.
·         Siswa Keperawatan
Siswa keperawata memiliki tanggung jawab hukum jika tindakannya membahayakan klien. Jika bahaya timbul sebagai akibat tindakannya ata ketiadaan tindakannya, maka siswa, instruktur, fasilitas kesehatan, dan institusi pendidikan juga bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut. Siswa keperawatan tidak diperbolehkan untuk menerima tugas yang tidak dipersiapkan sebelumnya. Instruktur harus mengawasi mereka selama pembelajaran keterampilan baru. Meskipun siswa keperawatan bukan pekerja rumah sakit, tetapi institusi tetap bertanggung jawab untuk mengawasi tindakan siswa keperawatan. Siswa keperawatan diharapkan melakukan tindakan secara aman seperti halnya seorang perawat professional. Staf fakultas bertanggung jawab untuk memberikan instruksi dan mengawasi siswa, tetapi pada beberapa situasi tanggung jawab ini juga diemban perawat staf yang bertugas sebagai pengajar. Setiap sekolah keperawatan harus memberikan definisi yang jelas mengenai tanggung jawab fakultas dan pengajar.
Saat siswa bekerja sebagai asisten perawat, mereka tidak boleh melaksanakan tugas yang tidak terdapat dalam deskripsi tugas bagi asisten perawat. Sebagai contoh, meskipun telah belajar tentang pemberian obat instramuskular, tetapi siswa tidak boleh melakukannya. Jika perawat pengawas memberikan tugas tanpa memastikan kemampuan siswa tersebut, maka secara hukum ia juga akan bertanggung jawab. Jika seseorang meminta siswa yang bertugas sebagai asisten perawat untuk melaksanakan prosedur yang belum dapat mereka lakukan secara aman, maka ia harus menyampaikan informasi tersebut kepada pengawas agar mereka memperoleh bantuan.

    .Asuransi Malpraktik
Malpraktik atau asuransi tanggung jawab profesi merupakan kontrak antara perawat dan perusahaan asuransi. Asuransu malpraktik memberikan perlindungan pada perawat saat terlibat tuntutan atas kelalaian professional atau malpraktik medis. Sebagai bagian dari kontrak, perusahaan asuransi membayar biaya persidangan dan pengacara yang mewakili perawat. Perawat yang dipekerjakan oleh institusi kesehatan biasanya ditanggung oleh pihak asuransi institusi tersebut. Perawat tidak perlu memperoleh asuransi tambahan, kecuali ia berencana melakukan praktik di luar institusi. Namun asuransu intitusi tersebut hanya menanggung perawat yang bekerja sesuai cakupan pekerjaannya.
·         Masalah Penelantaran dan Penugasan
Kekurangan staf. Selama terjadinya pengurangan staf atau tenaga kerja, maka akan timbul masalah kekurangan staf (TJC,2006). Community Health Accreditation Program (CHAP) dan standar federal lainnya mewajibkan institusi untuk memiliki pedoman penentuan jumlah (rasio) perawat yang dibutuhkan untuk melayani sejumlah klien tertentu. Masalah hukum akan terjadi bila terdapat kekurangan jumlah perawat untuk memberikan pelayanan atau perawat harus bekerja lembur.
Dalam usaha mengatasi hal ini, California menyusun undang-undang California Assembly Bill 394 (AB394) yang mewajibkan penetapan rasio perbandingan perawat dank lien dalam semua bidang keperawatan akut. California merupakan Negara bagian pertama dan satu-satunya yang mengadopsi peraturan ini. Standar ini diberlakukan sejak 1 Januari 2004. Sekitar 15 negara bagian lainnya sedang membahas peraturan sejenis. Rasio staf yang aman terus menjadi masalah dan perhatian bagi semua perawat (Benko,2004).
Jika perawat diberikan tugas lebih banyak dari seharusnya, maka mereka harus memberitahukan hal ini kepada perawat pengawas (Blair,2003).

0 komentar:

Posting Komentar

 

dedeelpu Design by Insight © 2009